Banner Bawah

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Admin - atnews

2025-10-02
Bagikan :
Dokumentasi dari - Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali
Budayawan Putu Suasta (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Budayawan Putu Suasta yang juga Pembina LSM JARRAK dan Pendiri Yayasan Wisnu menyoroti polemik pemagaran Garuda Wisnu Kencana (GWK) dengan warga Desa Adat Ungasan.

Permasalahan itu belum rampung, meskipun Manajemen GWK sudah melakukan pembongkaran pagar hanya depan rumah warga Banjar Giri Dharma Desa Adat Ungasan, Badung, Rabu (1/10).

Sebelumnya, Manajemen GWK yang dipimpin oleh Komisaris Utama PT. Garuda Adhimatra Indonesia (PT. GAIN), Sang Nyoman Suwisma telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Bali Wayan Koster dan Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Senin (30/9).

Terkait dinamika permasalahan pagar pembatas perimeter yang didirikan di atas tanah dan jalan milik GWK yang menjadi permasalahan saat ini yang menjadi sorotan publik.

PT. Garuda Adhimatra Indonesia berada di bawah kepemimpinan PT. Alam Sutera Realty, Tbk belum melakukan pembongkaran secara menyeluruh sebagaimana rekomendasi DPRD Bali.

Hal itu tentu mencoreng citra pariwisata Bali secara keseluruhan yang selama ini sudah dikenal dunia dengan filosofi Tri Hita Karana.

Suasta yang juga Alumni UGM dan Cornell University menyesalkan polemik itu terjadi di tanah Bali. 

Ia menolak keras praktik-praktik gaya kolonial  era perang pingin, maupun jurus penjajahan seperti era VOC. Mengingat Indonesia sudah merdeka 80 tahun.

Pomelik itu memaksa pemerintah turun tangan, khususnya Pemda Bali dan Badung dengan melaksanakan rekomendasi DPRD.

"Jangan sampai investor melakukan investasi tetapi bikin masyarakat terisolir, resah dan menganggu kepentingan publik maupun menghambat pelayanan publik," tegasnya.

Permasalahan itu juga beredar di media sosial yang secara tidak langsung menyeret nama penggagas seorang tokoh kebudayaan Nusantara Nyoman Nuarta yang  Peraih penghargaan bergengsi paling tinggi dari pemerintah India, Padma Award 2018 Kategori Padma Shri dari Presiden India Shri Ram Nath Kovind.

"Nyoman Nuarta juga bercerita dengan saya, bahwa GWK bukan miliknya lagi," tegas Suasta.

Pada zaman Nuarta kelola GWK tidak ada penutupan jalan warga, namun GWK sering kehilangan, sulit mengontrol orang apalagi banyak pengunjung bukan warga.

Dikatakan juga, ada pura yang dibuat itu untuk keluarga GWK. Bahkan sebelum ramai di medsos. Beberapa bulan yang lalu ada yang meminta tolong Nuarta untuk membuka akses ke ruko.

Nuarta pun tidak bisa membantu karena GWK sudah bukan miliknya. Sekarang milik PT Alam Sutra Tbk. 

GWK pun terpaksa dijual, supaya pembangunan Parung GWK bisa berjalan. Selain itu, GWK mendapatkan dukungan banyak pihak, sebagai simbol pluralisme kultural atau Bhineka Tunggal Ika. Karena dibangun bercorak kebudayaan Hindu atau Sanatana Dharma di tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.

Jauh sebelum dijual ke PT Alam Sutra, Nuarta sudah menyampaikan ke negara (pemerintah pusat) untuk menghibahkan sahamnya 100 persen ke negara. 

Tetapi tidak ada respon, termasuk Nuarta
juga telah menawarkan sahamnya untuk di akuisisi oleh Pemda Bali, bahkan bisa dicicil selama tiga tahun, nilai itu sudah termasuk penyelesaian patung. Namun pada saat itu DPRD tidak setuju. 

Akhirnya Nuarta mencari investor yang mau berjanji melanjutkan pembangunan. Dengan catatan melepas seluruh saham milik Nuarta di perusahan kecuali saham BTDC (ITDC sekarang) saat itu berjumlah 18 persen.

Kiprah Nyoman Nuarta dalam mengimplementasikan konsep culturepreneur dan pendekatan dalam bahasa bentuk realis-figuratif pada pengembangan mahakarya GWK Culture Park di Bali merupakan salah satu bukti kontribusi nyata pada bidang kesenirupaan yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. 

Nyoman Nuarta mendapatkan penganugerahan gelar Doktor Kehormatan pada Peringatan 101 Tahun Pendidikan Teknik di Indonesia (PTTI), Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung,  Sabtu (3/7/2021).

Atas jasanya di bidang kesenirupaan, Nyoman Nuarta mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa (HC) sebagai cultureupreneur dalam Bidang Ilmu Seni Rupa (patung).

Selain GWK, Nuarta juga memiliki karya fenomenal yakni 1) Tugu Proklamasi: Monumen di Jakarta yang menggambarkan Soekarno dan Hatta saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia; 2) Monumen Jalesveva Jayamahe: Monumen raksasa di Surabaya yang berdiri di Dermaga Ujung Madura. 
Patung Arjuna Wijaya: Patung terkenal di Jakarta yang juga dikenal sebagai "patung kuda", melambangkan kemenangan kebenaran dan kepemimpinan; 3) Istana Garuda IKN: Desainnya untuk sayap garuda yang menjadi bagian dari Istana Kepresidenan di Ibu Kota Nusantara (IKN); 4) NuArt Sculpture Park: Taman patung di Bandung yang didirikan tahun 2000, menampilkan berbagai karyanya, termasuk museum, galeri, dan studio; 5) Monumen Perjuangan Rakyat Bali; 6) Patung Fatmawati Soekarno; 7) Patung Karapan Sapi: (Surabaya); 8) Tugu Zapin: Monumen di Pekanbaru yang terbuat dari koper, bras, tembaga, dan kuningan. 
            
Kehadiran GWK telah menunjukkan bahwa Indonesia dapat melahirkan mahakarya untuk dunia. Bahkan sukses digelar acara gala dinner KTT G20 dihadiri pemimpin dunia yang menggunakan tenun endek Bali di GWK Badung, Selasa, (15/11/2022).
            
Garuda Wisnu Kencana Cultural Park adalah Ikon Nasional Negara yang sudah diserahkan kepada UNESCO dimana menjadi lambang kebudayaan Indonesia dan pariwisata Internasional, yang mana di dalamnya bergantung nafkah ratusan Kepala Keluarga yang juga merupakan penduduk lokal Bali.

Melihat kembali ke belakang ide untuk pembangunan patung GWK tercetus dari I Nyoman Nuarta sejak tahun 1989, dimana ide ini disetujui oleh Presiden Soeharto pada tahun 1990 dan Pembangunan berjalan hingga peletakan batu pertama 7 tahun kemudian pada 08 Juni 1997.

Mega proyek Garuda Wisnu Kencana juga turut dirembukkan oleh Gubernur Bali pada masa itu Ida Bagus Oka, dan mendapatkan dukungan dari Menteri Pertambangan dan Energi era Orde Baru, Ida Bagus Sudjana. 

Presiden Soeharto pada saat itu menugaskan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Joop Ave untuk bertugas mencari anggaran pembiayaan untuk mega proyek tersebut. Akan tetapi imbas dari Krisis moneter 1997-1998 proyek Pembangunan patung GWK sempat dihentikan.

Pada tahun 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) memberikan harapan dan dorongan di hadapan Gubernur Bali saat itu Dewa Made Beratha agar proyek besar GWK dapat diselesaikan pada tahun 2008. Akan tetapi hal ini belum bisa berjalan karena masalah pembiayaan.

Sejak tahun 1997 hingga tahun 2012 GWK mengalami masa turbulensi keuangan, sehingga akhirnya pada tahun 2012 pendiri PT. Alam Sutera Realty Tbk merasa terpanggil untuk memberikan kontribusi untuk bangsa Indonesia dengan turut menjadi Investor dan mengambil alih pengelolaan GWK sampai saat ini. Ketika itu masa kepemimpinan Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Setelah PT. Garuda Adhimatra Indonesia berada di bawah kepemimpinan PT. Alam Sutera Realty, Tbk, dalam kurun waktu 5 tahun, Patung Garuda Wisnu Kencana terbangun dan berdiri kokoh dan akhirnya pada tanggal 22 September 2018 GWK diresmikan oleh Presiden Jokowi dengan melakukan pemasangan mahkota Dewa Wisnu serta upacara Melaspas. Pada saat itu hadir pula Gubernur Bali Wayan Koster.

Selama pengerjaan Pembangunan GWK kurang lebih 28 tahun, GWK dikerjakan oleh kurang lebih 1000 pekerja yang terlibat, dan hingga saat ini terdapat ratusan orang yang bekerja pada Kawasan Garuda Wisnu Kencana.

Material tembaga untuk pembuatan patung Garuda Wisnu menghabiskan 3.000 ton tembaga atau setara dengan 2,5 hektar lempengan tembaga. Patung tersebut sekaligus menjadi patung terbesar dan paling unik yang dibuat oleh manusia karena dengan memadukan seni, teknologi dan science.
            
GWK Cultural Park menjadi simbol dan kebanggaan negara Indonesia dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia terutama Bali. 

Hal ini dapat dilihat dari terselenggaranya KTT G20 pada November 2022, KTT World Water Forum pada bulan Mei 2024 hingga acara global yang tentunya berdampak baik bagi citra positif negara Republik Indonesia.

Patung ini sangat populer dan oleh para pengrajin Bali dibuat sebagai barang cinderamata yang dibuat dari berbagai material dan ukuran karenanya patung ini menjadi sangat terkenal di seluruh dunia. 

Patung itu sangat kompak dan elegan, memiliki makna simbolik dari Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam semesta atau ekosistem, dan juga berakar dari nilai-nilai simbolik dari kisah perjalanan Wisnu menunggang Garuda menuju Amerta (kebajikan yang hakiki). 

Wisnu sebagai simbol kekuatan pemelihara alam semesta, penjaga keseimbangan ekosistem, kini merupakan tumpuan penyelamat dari kondisi ketidakseimbangan ekosistem global yang kian memburuk sebagai akibat kesalahan peradaban umat manusia yang mengabaikan masalah lingkungan. 

Sedangkan Garuda adalah kendaraan Dewa Wisnu yang menyimbolkan pengabdian tanpa pamrih dalam menuju kehidupan yang lebih baik dan mulia.

Relevansi yang perlu ditegakkan dijaman mutahir ini, Garuda sebagai kendaraan Dewa Wisnu atau Narayan menyimbolkan satu pengabdian tanpa pamrih yang berjalan tiada henti hingga tujuan akhir tercapai. 

Bahkan dalam Srimad Bhagavatam juga diceritakan atas permintaan Raja Parikesit kepada Sri Shukadeva menggambarkan kisah Gajendra untuk menggambarkan semangat penyerahan diri sang raja gajah kepada Yang Maha Kuasa (Sri Wisnu/Narayana). 

Resi Shuka awalnya menggambarkan kediaman Gajendra, Gunung Trikuta yang dikelilingi samudra susu, dibalut dedaunan hijau yang rimbun; lembah-lembah menakjubkan yang dipenuhi fauna dan danau tenang nan mempesona yang memeluk lereng gunung. Di sana, di lingkungan yang indah itu, hiduplah sekawanan gajah yang dipimpin oleh Gajendra.

Suatu hari, karena haus air, Gajendra, yang sedang bermain-main dengan gajah-gajah lain, masuk ke danau bersama mereka. Meskipun dahaganya telah terpuaskan, ia terus bermain dengan teman-temannya, sama sekali tidak menyadari bahaya yang mengancam.

Seekor buaya yang tinggal di danau tiba-tiba mencengkeram kaki Gajendra dengan erat. Meskipun Gajendra yang perkasa berjuang keras untuk melepaskan diri dari cengkeraman buaya, ia tidak berhasil. Buaya itu mencengkeram erat dan tidak mau melepaskannya. Gajah-gajah lain mencoba menolongnya, tetapi akhirnya menyerah dan pergi.

Seribu tahun berlalu, namun buaya itu tidak menyeret Gajendra sepenuhnya ke dalam air, dan Gajendra juga tidak mampu melepaskan diri dari cengkeraman buaya yang kuat itu.

Gajendra sebelumnya menjalani hidupnya dengan percaya pada dirinya sendiri, tetapi di saat yang paling genting dalam hidupnya ini, ia mendapati bahwa keluarga, teman-teman, dan kekuatannya sendiri pun telah mengecewakannya! Ia kemudian menyadari bahwa pasti ada kekuatan yang lebih besar di balik semua kejadian ini.

Dengan memusatkan pikirannya pada Yang Maha Kuasa, ia akhirnya berserah diri kepada Tuhan. Berserah diri berarti mengakui Bhagavan dan menyerahkan kendali atas hidup seseorang kepada-Nya. Maka pengalaman hidup, betapapun gandanya, justru menjadi stimulus yang memacu seseorang untuk segera mengembangkan kelegaan dan mencapai-Nya.

Gajendra kemudian teringat doa yang telah dipanjatkannya kepada Tuhan sebagai Raja Indradyumna dalam kelahirannya sebelumnya, doa pujian Gajendra yang indah yang dipersembahkan dalam Canto 8, Bab 3 dari Srimad Bhagavatam.

Gajendra mencapai tingkatan seorang bakta yang terkasih ketika egonya telah terhapus sepenuhnya dan ia berserah sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. Ia berdoa agar dibebaskan dari belenggu kehidupan duniawi, dan bukan sekadar cengkeraman buaya.

Mendengar doa pujian Gajendra yang menyentuh hati, Dewa Wisnu turun ke Garuda untuk menemui bhakta terkasih-Nya. Gajendra memetik sekuntum teratai yang indah dan mempersembahkannya kepada Sri Hari sambil memuji-Nya – Narayana Akhila Guro Bhagavan Namaste!

Sang Dewa bermata teratai masih dapat dilihat dengan penuh kasih memegang teratai yang dipersembahkan oleh pemuja-Nya di Guruvayoor. Karena welas asih-Nya yang luar biasa, Beliau menarik gajah itu keluar dan membebaskannya dari cengkeraman buaya dan samsara, menganugerahkan kepada-Nya tempat tinggal abadi Vaikunta.

Dengan demikian, semestinya Manajemen GWK memahami simbol dan kisah suci yang tertuang dalam purana. 

Maka dari itu, Manajemen GWK mampu mengimplementasikan dengan baik kepada semua pihak, khususnya bagi masyarakat sekitar, bukan timbulkan konflik berkepanjangan. Semoga tembok Pagar segera secara menyeluruh dibongkar, dan masyarakat dapat beraktivitas  secara bebas bertanggung jawab. (GAB/001) 
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Bandara Ngurah Rai Ditutup 24 Jam Saat Nyepi 2019

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

POM MIGO KAORI

POM MIGO KAORI

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

Desa Adat Kerobokan Raih Penghargaan MDA Kanti Kertha Bali Nugraha

Desa Adat Kerobokan Raih Penghargaan MDA Kanti Kertha Bali Nugraha

Pansus TRAP Tutup Amankila dan Alam Resort, Izin Bolong dan Melanggar Sempadan

Pansus TRAP Tutup Amankila dan Alam Resort, Izin Bolong dan Melanggar Sempadan