Banner Bawah

Banjir dan Banjir, Bali Gagal Kelola Air

Admin - atnews

2025-09-10
Bagikan :
Dokumentasi dari - Banjir dan Banjir, Bali Gagal Kelola Air
Bali Banjir (ist/Atnews)

Jakarta (Atnews) - Pendiri Yayasan Wisnu Putu Suasta yang juga Pembina LSM JARRAK menyoroti bencana banjir di Pulau Dewata bertepatan pada Hari Raya Pagewersi, Rabu (10/9).

Suasta yang juga Alumni UGM dan Universitas Cornell turut berduka cita dengan adanya korban bencana tersebut. 

Menurutnya, banjir terjadi karena tata kelola air yang kurang tepat, pelanggaran tata ruang yang masif. Bahkan Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali pun telah mengungkap berbagai pelanggaran pembangunan terjadi.

Pelanggaran yang menumpuk itu akan berdampak jangka menengah dan panjang. Salah satunya menimbulkan banjir. Selain itu persoalan sampah, krisis air bersih, alih fungsi lahan, termasuk pelanggaran pembangunan di Kawasan Jatiluwih yang diakui UNESCO pun belum ditindak tegas.

Banjir yang terjadi di Bali akan memperburuk citra pariwisata Bali. Sebelumnya Bali telah disorot soal buruknya penanganan sampah di tengah adanya kebijakan Pungutan Wisata Asing (PWA).

Sebelumnya, Pemerintah Australia mengeluarkan travel warning level 2 bagi warganya yang hendak bepergian ke Indonesia, termasuk Bali. Peringatan perjalanan ini menyusul adanya aksi massa di sejumlah daerah, salah satunya demonstrasi yang berlangsung di Bali pada Sabtu (30/8) lalu. 

Bahkan sebanyak 10 negara mengeluarkan travel warning. Dikutip dari situs Travel and Tour World, negara yang mengeluarkan peringatan bagi warganya yakni Australia, Kanada, Inggris, Amerika, Malaysia, Singapura, Prancis, Jepang, Jerman dan Selandia Baru.

Disamping itu, Pemerintah Australia juga  mengingatkan warganya untuk berhati-hati saat melakukan perjalanan ke Indonesia, khususnya Bali diterbitkan pada 30 Mei lalu.

Maka dari itu, pemerintah semestinya lebih sensitif dalam memimpin Bali. Tidak hanya berjalan apa adanya, tanpa terobosan dan gebrakan yang fundamental. Kepercayaan masyarakat lama-lama akan runtuh, jika pemimpin Bali bekerja tanpa aksi nyata yang bisa dirasakan rakyat Bali.

Selain itu, pelaku pariwisata dan pengusaha termasuk investor semestinya juga ikut getol peduli dalam menyikapi perkembangan yang ada. "Jangan saja asik kumpulkan kekayaan, dollar pariwisata, kering terhadap aksi sosial dan jeritan kesulitan rakyat Bali," tegasnya.

Sedangkan masyarakat dan netizen agar tetap ikuti aturan yang ada serta berani menyuarakan hati nurani kepada pemegang kebijakan. Upaya itu agar pemegang kebijakan tidak sewenang- wenang menerapkan aturan.

Dijelaskan pula, Apa artinya air bagi orang Bali ! Air adalah simbol kehidupan dan kesuburan. Secara kultural dan spiritual merupakan manifestasi dari Dewa Wisnu-Dewa Air.

Pemelihara kehidupan alam semesta. Air adalah elemen Sentral bagi upacara keagamaan sehari - hari bagi 4 juta lebih di Bali, upacara siklus kehidupan manusia dari lahir sampai mati. 

Karena hampir 70% penduduk Bali adalah petani yang hidup di pedesaan maka air adalah jiwa kehidupan orang Bali. Menurut prinsip Agama Tirta, semua air yang ada di Bali berasal dari semua Danau dan semua sungai.

Pura Ulun Danu di Kintamani, yang terletak sistem kaldera  Gunung Batur. Semua sungai yang mengalir ke selatan Pulau Bali berasal dari Ulun Danu, 3 Danau di kabupaten Tabanan dan Buleleng, sehingga kultur perkampungan orang Bali. Selalu berjejer beririsan di sepanjang aliran sungai-sungai ini. 

Di dalam sastra kuno dan lontar Raja Purana Pura Batur disebutkan bahwa semua subak atau organisasi pengairan petani di Bali diwajibkan memuja dan menjunjung Air. 

Danau Batur, danau terbesar dari sistem empat danau yang ada di Bali adalah pusat orientasi bagi "Peradaban air". Danau Batur dan 3 danau lainnya adalah sumber dari peradaban Air, yang semua aliran sungai yang mengalir ke bagian selatan dan timur Pulau Bali; Danau Tamblingan sumber dari sungai yang mengalir ke bagian utara; sedangkan Danau Buyan dan Beratan adalah sumber dari sungai yang mengalir ke bagian barat.

Di kedua tepi sungai yang mengalir ke selatan, Sungai Unda dan Sungai Ayung, berjejer pedesaan-pedesaan yang hampir 80% penduduknya hidup dari bercocok tanam padi. Mereka terkelompok ke dalam organisasi pengairan yang bernama subak dan organisasi-organisasi lainnya yang mash terkait, sekeha, dan dipersatukan oleh ikatan sistem Pura Kahyangan Tiga? 

Kebudayaan Hindu Bali berorientasi dan terikat secara ritual dan kultural ke sistem kepercayaan air, sistem kepercayaan yang sudah berlangsung selama 2000 tahun. Masyarakat Bali percaya karena semua lahan pertanian dan petaninya sangat tergantung kepada air dan sungai sebagai berkah semesta.

Sayang sekali stabilitas dan keberlanjutan pertanian Bali dengan sistem subak-nya sekarang terancam oleh tingginya dan cepatnya mobilitas industri pariwisata, terutama di Bali Selatan  yang secara masif menyedot sebagian besar persediaan air yang seharusnya.

Diperuntukkan untuk kegiatan pertanian. Persediaan air bersih di Bali sebenarnya sangat berkecukupan kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan tiga juta plus penduduknva. 

Tetapi tidak untuk memenuhi kebutuhan fasilitas industri pariwisata yang  penggunaan air nya masif seperti hotel, kolam renang, lapangan golf dan pertamanan hotel yang sangat rakus akan air. Sekitar 50 ribu kamar hotel yang ada di Bali sendiri bisa memakai tiga juta liter air per hari. 

Menurut sebuah prakiraan yang dibuat pada tahun 1993, Bali telah mernakai sekitar 53% atau 319 meter kubik persediaan air per kapitanya dari 455 meter kubik yang tersedia per kapita per tahun. Studi yang dilakukan oleh Martopo pada tahun yang sama memperkirakan bahwa Bali akan mulai mengalami permasalahan air yang serius, memasuki awal tahun 2000-an.

Dikutip dari Atnews, Ketua Yayasan Pembangunan Bali Berkelanjutan Dr. Ketut Gede Dharma Putra yang juga Peneliti Lingkungan Bali mengharapkan kegiatan World Water Forum (WWF) 2024 harus benar-benar dapat memberikan manfaat nyata bagi penyelamatan air di Bali.

Acara itu tidak hanya seremoni saja yang tidak memberikan dampak perbaikan terhadap status air Bali dari tidak berkelanjutan menjadi berkelanjutan.

WWF bukan hanya menjadi ajang seremoni saja yang tidak memberikan dampak perbaikan status air Bali dari tidak berkelanjutan menjadi berkelanjutan.

Untuk itu, diperlukan kemampuan lobby dan strategi jitu dari pemegang otoritas kebijakan Bali, serta anggota DPR/DPD Dapil Bali di pusat agar disiapkan anggaran penyelamatan sumber daya air Bali yang memadai.

Anggaran yang dapat mengoptimalkan ketersediaan air dari ekosistem alami/potensi alam di Bali sebesar sekitar 125 ribu liter/detik kalau bisa diberikan kepada Bali, dirasakan akan dapat membantu Bali keluar dari krisis air.

Diperkiraan kebutuhan air di Bali tahun 2025 sekitar 80 ribu liter/detik yang akan mengalami kekurangan kalau tidak dilakukan program penyelamatan sumber air di Bali secara terpadu. 

Apabila dilihat dari Indeks Jasa Ekosistem Provinsi Bali, yang melihat hubungan antara manfaat dan resiko penggunaan air, status air di Bali termasuk kategori tidak berkelanjutan. 

Penduduk di Kabupaten Badung dan di Kota Denpasar, mulai merasakan kekurangan air yang serius pada siang dan sore hari ,suplai air PDAM  menurun tajam akibat kompetisi pemakaian yang sangat masif dari kantong pemukiman baru yang tersebar luas, hotel-hotel di kawasan wisata Nusa Dua, Kuta,seminyak, kerobokan, dan Sanur. Di berbagai kawasan seperti Kuta, Legian, Sanur dan Mertasari air laut sudah mengintrusi sejauh satu kilomerer dari garis pantai akibat penggunaan air yang berlebihan, alih fungsi lahan, mengecil nya areal hutan lindung,  pembabatan hutan bakau dan pembuatan sumur-sumur bor oleh hotel-hotel kecil maupun besar yang tidak terkontrol.

Pengembangan idustri pariwisata modern sudah tentu memerlukan perangkat modern pula, seperti lapangan udara, sistem transportasi dan komunikasi yang efisien dan sumber daya manusia. Kunjungan wisatawan internasional mengalami peningkatan yang tajam. 
 
Tahun 1970-an, pemerintah mulai pembangunan proyek kawasan wisata Nusa Dua yang mempunyai areal seluas 425 hektar untuk 12 hotel bertaraf
internasional dengan kapasitas sebesar
2500 kamar. 

Untuk mengelola kawasan itu, pemerintah kemudian membentuk BTDC (Bali Tourism Development Corporation). Jalan bypass sepanjang 40 km untuk menghubungkan airport, Nusa Dua, Sanur dan Tohpati  dibangun untuk mempermudah perjalanan wisata ke daerah-daerah pedesaan di Gianyar dan Bali Timur.  

Memasuki tahun 1996 jumlah hotel bintang lima sudah menjadi 10 buah dengan total kamar sebanyak 4.600. Kawasan pariwisata Sanur yang pada tahun 1969-1974 hanya memiliki 1.800 kamar kini sudah memiliki lebih dari 50.000 kamar, menutupi areal sebesar 100 hektar. Kuta pada tahun 1994 sudah memiliki 17.600 kamar.sekarang diperkirakan 100 ribu kamar. 

Dua orientasi yang sangat berbeda: Pariwisata dengan jalan rayanya yang berpusat di airport dan Pariwisata budaya agraris dengan jalan airnya yang berpusat di Danau dan sungai yang saling bertabrakan mengakibatkan krisis lingkungan dan sosio-kultural yang berkepanjangan di  Bali.

Pembangunan Jalan Raya dari Airport yang menghubungkan Nusa Dua dengan Sanur dan Tohpati bertanggungjawab terhadap kerusakan sabuk hutan bakau di sepanjang daerah pantai jalur Nusa Dua - Sanur. Lahan-lahan di sepanjang jalan rava ini menjadi mahal dan diburu untuk pengembangan usaha komersial.

Sebuah majalah kritis di Bali. Suara Bali, beberapa saat yang lalu melaporkan bahwa  kerusakan huran bakau di daerah ini sudah mencapai 30-40% (546 hektar) dari prakiraan 1.373 hektarluas keseluruhan. Ada lima institusi yang dianggap paling bertanggung jawab yaitu: Dinas PU Provinsi Bali (162 ha), CV Harapan (140 ha), PT Bali Turtle Island Development-BTID (81 ha), PLN (72,5 ha), dan PT. BTDC (32 ha).  

"Hutan-hutan bakau telah bermutasi menjadi proyek perumahan, industri pariwisata, tambak udang, fasilitas pemerintah, pertokoan dan TPA sampah," ungkapnya.

Dampak langsung dari pembabatan hutan bakau itu adalah: 1) Intrusi air laur sejauh satu kilometer ke daratan yang mematikan pohon-pohon nyiur, beringin dan vegetasi lainnya di sepanjang sabuk hutan bakau. Kalau pembabatan tidak segera dihentikan intrusi air laut dikhawatirkan akan merambah menjadi lima kilometer. Hilangnya habitat burung-burung pantai dan rawa. Hilangnya berbagai jenis kepiting, udang dan kerang rawa yang akan berakibat buruk bagi kehidupan ekosistem pantai; 2) Abrasi pantai yang semakin parah. Dalam skala yang lebih besar, Bali telah mengalami kerusakan berat dan sistematis dan masif pada garis pantainya yang indah. Sepanjang 55 km dari 430 km garis pantai yang ada mengalami kerusakan parah. Dan
hingga kini baru 24 km yang mendapat perhatian untuk direhabilitasi." Kerusakan yang sistematis ini disebabkan oleh perencanaan regional yang tidak jelas; investor dan pebisnis rakus yang hanya dimotivasi oleh keuntungan tanpa mengindahkan lingkungan sosial dan alam; dan mentalitas dari para pejabat yang berperan sebagai pedagang perantara
(broker) yang melepas milk umum yang semestinya dilindungi untuk kepentingan publik Bali ke tangan- tangan investor vang rakus.

Bali akan mengalami krisis air mulai tahun 2000-an. Seperti telah dikemukakan bahwa Bali telah memakai hampir 53 persen, persediaan air bersih. Secara teknis Bali telah berada di ambang krisis air. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, saat ini jumlah rata-rata penduduk Bali sudah mencapai lima kali lipat kepadatan rata-rata nasional, ditambah dengan jumlah hotel yang terus bertambah, sehingga permasalahan air hanva akan rerus memburuk kalau tidak segera ditangani secara serius. Sebuah keluarga rata-rata Bali memakai jumlah air bersih kira-kira.100 liter per hari sedangkan seorang turis di horel mewah rata-rata menghabiskan air bersih dua kali lipatnya. Dari perhitungan 15.000 kamar hotel mewah yang ada, wisatawan akan menghabiskan 3 juta liter air per hari sama dengan jumlah yang dipakai oleh 30.000 keluarga Bali.

Sebelumnya, hanya penduduk Bali perkotaan saja yang mengalami permasalahan air. Sekarang masalah air sudah menyebar ke pedesaan atau
daerah-daerah pertanian karena pelebaran kota tidak saja menghabiskan lahan tetapi juga menutupi sumber-sumber dan saluran-saluian air.

Kabupaten Badung di Bali Selatan dengan jumlah penduduknya yang sudah melebihi 300 ribu dikhawatirkan akan mengalami permasalahan air yang serius memasuki tahun 2003. 

Saat ini PDAM Badung, atau perusahaan daerah setempat yang bergerak di bidang penyediaan air bersih, hanya bisa menghasilkan air bersih sekitar 1.210 liter per derik sedangkan tingkat pemakaian sudah mencapai 1.700 liter per detik-ada kekurangan sekitar 500 liter perdetik.

Kabupaten Badung mengalami kesulitan tidak saja dalam memompa atau menaikkan air dari sumbernya di daerah utara yang berlereng terjal tetapi juga dalam hal penyediaan dana. 

Ditambah lagi karena air Sungai Badung, sungai terbesar kabuparen ini, sudah sebagian dimanfaatkan untuk memenuhi keburuhan daerah pariwisata Nusa Dua dan limbaran. PDAM menghadapi dun permasalahan utama yaitu menipisnya persediaan air tanah dan konflik pemakaian air dengan organisasi lahan
pertanian basah (subak) di daerahnva. 

Dalam suatu kesempatan direktur PDA Kabupaten Badung mengatakan kepada say bahwa "Badung sudah harus mencari sumber mata air baru termasuk menggalang kerja sama dengan kabupaten-kabupaten lain. 

Baru-baru in sekclompok subak di bagain utara Kabupaten Badung melakukan protes kepada DAM dengan memorong pipa-pipa air perusahaan itu. Para petani tidak kuasa menahan amarahnya karena sawah-sawah mereka menjadi kekeringan. Mereka merasa relah dicksploitasi oleh orang-orang kota. Oleh karena itu, sudah lebih mendesak lagi bagi PDAM untuk memikirkan strategi-strategi bar agar tetap dapat mengalirkan air bersih ke rumah-rumah penduduk di kota.

Salah satu strategi yang barangkali bisa dilakukan adalah untuk segera bekerja sama dengan kabupaten-kabupaten lain tentunya dengan memperhitungkan kompensasi ekonomi. Badung yang memiliki PAD (Pendapatan Asli Daerah)
tertinggi di Bali, kira-kira Rp. 3 triliun per tahun, tentunya mampu- untuk membeli sebagian kebutuhan airnya dari kabupaten-kabupaten lain seperti Tabanan, Gianyar, dan Klungkung.

Beberapa daerah di Bali--seperti daerah bayang-bayang hujan di bagian utara dan timur laur--sering mengalami kekeringan dan karenanya mengalami gagal panen dan krisis pangan. Sebuah survei yang
dilakukan oleh Yayasan Manikaya Kauci pada tahun 1998 menemukan bahwa di Kabupaten Karangasem (Bali Timur) terdapat 13 desa yang mengalami krisis
pangan (sekitar 860 keluarga); di Bangli (juga Bali Timur) sekitar 7 desa (206 keluarga) dan di Buleleng (Bali Utara) sekitar 10 desa (640) keluarga.

Tekanan demografi di Bali. Luas daratan pulau Bali hanyalah sekitar 5630 kilometer persegi, atau 0.3% dari luas daratan Indonesia. Di awal tahun 1980-an kepadatan per kapita penduduk Bali adalah 444 orang; memasuki pertengahan tahun 1980-an sudah menjadi 476, setara dengan pulau Jawa. 

Sejak itu jumlah penduduk terus meningkat, terutama di bagian Bali Selatan, seperti di Kodya Denpasar dan Kabupaten Badung. Pada tahun 1999, kepadatan penduduk di Badung sudah mencapai 1.200 orang per kilometer persegi, dengan tingkat kecepatan
urbanisasi sekitar 26.5%. Kepadatan keseluruhan pulau Bali sudah mencapai lima kali kepadatan rata-rata nasional.

Peningkatan kepadatan penduduk di Bali,
terutama di Kabupaten Badung, secara langsung disebabkan oleh perkembangan industri jasa pariwisata yang membutuhkan prasarana pendukung seperti jaringan jalan, telekomunikasi,
listrik, dan fasilitas perbelanjaan. Fasilitas
perbelanjaan saja sudah mempekerjakan paling tidak: 50.000 tenaga kerja yang kebanyakan berasal dari pulau-pulau lain khususnya Jawa. 

Karena para pekerja ini membutuhkan perumahan atau pemondokan maka proyek pembangunan perumahan kemudian bermunculan di sepanjang
jalan-jalan dan jalan raya yang pada akhirnya berpusat di airport.

Menjamurnya perumahan in menimbulkan dampak sebagai berikut: Penduduk yang bertambah heterogen baikvdilihar dari segi pekerjaan/profesi, daerah asal/suku, agama maupun gaya hidup.
Meningkatnya konflik antara penduduk lokal dan para pendatang yang ringgal di perumahan yang berdekaran dengan pedesaan (desa adat), seperti yang baru-baru ini terjadi di Denpasar, dipicu
oleh kurang peduli yang muncul antara
orang Bali dan para pendatang, dan karena aturan-aturan adat setempat yang mulai terkikis karena tidak sepenuhnya dapat dipaksakan kepada penduduk yang mulai pluralistik.

Hilangnya sawah-sawah yang subur di Badungdan di kabupaten lain yang secara langsung diikuti oleh hilangnya organisasi-organisasi tradisional seperti subak dan lainnya serta berbagai manifestasinya, karena hilangnya lahan berarti hilangnya wadah untuk berekspresi bagi organisasi tersebut.

Petani yang telah menjual atau dipaksa untuk menjual tanahnya kemudian beralih profesi, menjadi karyawan perusahaan swasta atau menjadi pedagang-sebuah situasi yang meresahkan mereka karena tidak terbiasa dengan kondisi seperti itu.

Banyak pura subak yang terbengkalai diperkirakan sudah ada 500 pura subak di Kabupaten Badung, Denpasar, Gianyar yang hánya dapat diinterpretasikan sebagai suatu bentuk pelunturan
budaya.

Pada tanggal 12 Agustus 2000, koran Bali Post melakukan sebuah survei per telpon untuk menjajaki pendapat mum tentang berbagai isu di seputar permasalahan kependudukan di Bali seperti semakin meningkatnya jumlah pendatang ke Denpasar dan Kabupaten Badung. 

Berikut adalah rangkuman jawaban dari 250 responden dari lima pertanyaan yang diajukan: Apakah Anda pandang perlu untuk membuat perda (peraturan daerah) yang mengatur atau membatasi arus pendatang dari pulau lain ke Bali? Lebih dari 97% menyatakan bahwa perda itu perlu; dan hanya 3% yang menyatakan tidak. Apakah Anda pandang perlu kalau Bali mengeluarkan semacam "KIMS" (Kartu Izin Menetap Sementara) kepada pendatang yang perlu diperpanjang dalam tempo tertentu Hampir semua kecuali 99 yang setuju bahwa "KIMS" itu perlu. (GAB/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Gubernur Koster Pertanyakan Aturan Pemilu

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Undangan

Undangan

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi