DPD RI yang Tidak Mewakili Kepentingan Daerah, Sebaiknya Dilikuidasi Menjadi Utusan Golongan Sesuai Design Para Pendiri Bangsa
Admin - atnews
2025-12-22
Bagikan :
Jro Gde Sudibya (ist/Atnews)
Oleh Jro Gde Sudibya Viral di media sosial lengkap dengan caci maki para netizen, pernyataan Ketua DPD RI yang mendukung pemerintah untuk tidak menetapkan bencana ekologis Aceh, Sumut dan Sumbar tidak sebagai bencana nasional. Timbul pertanyaan menggelitik, ini pendapat pribadi atau pendapat DPD sebagai lembaga?.
Tidak penting apakah ini pendapat pribadi atau lembaga, jika DPD tidak memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah, terus memperjuangkan kepentingan siapa?.
Para taipan oligarki yang menguasai jutaan hektare lahan sawit, perusahaan pertambangan emas atau pemodal yang membangun PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), atau vested interest -kekuatan bercokol- yang menggurita di sekitar pusat kekuasaan?.
Sekadar mengingatkan suasana kebatinan untuk lahirnya DPD dalam perubahan UUD 1945 untuk mewakili kepentingan daerah sebagai respons terhadap sentralisme akut di era Orde Baru.
Jika DPD tidak mau dan tidak mampu membela kepentingan daerah, sehingga menjadi relevan pendapat sejumlah pengamat sebaiknya lembaga ini dilikuidasi, dikembalikan sebagai Utusan Golongan yang di design oleh para pendiri bangsa. Jika merujuk fakta lapangan, menyebut beberapa saja: korban meninggal dan hilang berjumlah ribuan orang, yang mengungsi jutaan orang, yang terdampak jutaan orang, beberapa desa di Aceh hilang tenggelam, sudah semestinya bencana ini dinyatakan sebagai bencana nasional, sehingga mitigasi bencana berlangsung lebih cepat, banyak jiwa bisa diselamatkan, dan upaya pemulihan lingkungan dan ekonomi bisa berlangsung lebih cepat pula.
Jika merujuk pembukaan UUD 1945 negara harus melindungi penduduk dan tumpah darah Indonesia, dan butir dua Pancasila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, penetapan bencana nasional tidak dapat dihindari dari perspektif konstitusi, kalau tidak pemerintah punya potensi untuk dimakzulkan karena dinilai melanggar konstitusi.
Dengan penetapan sebagai bencana nasional, akan membuka kotak pandora terhadap penyimpangan yang puluhan tahun telah terjadi: pembalakan liar, pem berian izin: industri sawit, pertambangan dan pembangunan PLTA, Amdal yang dilanggar dan peruntukan tata ruang yang kacau. Sehingga ke depan bisa dilakukan pembenahan untuk penyelamatan lingkungan yang bertanggung-jawab, dan memberikan kepastian masa depan bagi generasi berikut.
Pembenahan mendasar dalam.mitigasi bencana di Sumatra bisa dijadikan semacam cetak biru mitigasi bencana di pulau-pulau lainnya seperti: Kalimantan, Sulawesi, Papua yang punya risiko bencana mirip Sumatera.
*) Jro Gde Sudibya, anggota Badan Pekerja MPR RI Fraksi PDI Perjuangan 1999 - 2004, Ekonom, Pengamat: Ekonomi, Lingkungan dan Kecenderungan Masa Depan.