RDP Pansus TRAP DPRD Bali, Kasatpol PP Bali: Pembukaan Pol PP Line Jatiluwih Tak Boleh Sembarangan
Admin - atnews
2025-12-21
Bagikan :
Pemasangan Pol PP Line di Jatiluwih (ist/Atnews)
Denpasar (Atnews) - Kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) Jatiluwih, Tabanan tengah mendapatkan ancaman serius untuk dicabut oleh UNESCO.
Oleh karena, kawasan itu tidak lagi sesuai dengan keasliannya. Disebabkan adanya pembangunan liar tidak sesuai kondisi saat penetapan sebagai WBD pada tahun 2012.
Untuk itu, Pansus TRAP DPRD Bali dan Satpol PP Bali telah melakukan penyegelan terhadap pembangunan liar akomodasi pariwisata di Kawasan Subak Jatiluwih dan sekitarnya yang diakui WBD oleh UNESCO pada tanggal 2 Desember 2025.
Namun, para pemilik akomodasi pariwisata di kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) Jatiluwih, Tabanan, kompak meminta pembukaan Pol PP Line yang terpasang di usaha mereka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali, di Gedung DPRD Provinsi Bali, Jumat (19/12).
Dalam RDP tersebut, sebanyak 13 lebih pemilik usaha yang telah dipasangi Pol PP Line secara tegas mendesak agar garis pengamanan tersebut segera dilepas. Mereka menilai penutupan sementara berdampak langsung terhadap operasional usaha dan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.
Bahkan adanya laporan aksi pelepasan segel Pol PP Line di Jatiluwih menjadi sorotan tajam pada RDP DPRD Bali tersebut.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, menegaskan bahwa pelepasan Pol PP Line tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Menurutnya, seluruh tindakan penertiban harus didasarkan pada keputusan resmi yang diambil setelah proses pendalaman oleh Pansus TRAP DPRD Bali bersama Pemerintah Provinsi Bali.
“Tidak boleh melepas Pol PP Line sebelum diputuskan oleh kami (Pansus TRAP DPRD Bali dan Pemerintah Provinsi Bali, red). Kalau ingin dibuka dan cepat selesai, maka segera buat komitmen, sampaikan ke Pemkab, biar segera dirumuskan dan diputuskan,” tegas Dewa Dharmadi di hadapan peserta RDP.
Ia menjelaskan, dari hasil pendalaman awal yang dilakukan, sebagian besar bangunan yang dipermasalahkan di kawasan Jatiluwih diketahui berdiri sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Kabupaten Tabanan. Namun, ketika Perda tersebut mulai diberlakukan, bangunan-bangunan itu dinilai tidak lagi sesuai dengan ketentuan tata ruang yang berlaku, khususnya di kawasan WBD.
“Terdapat salah satu diantaranya. Salah satu itu berarti lebih dari satu, posisi bangunan dari 14 bangunan yang kita dalami. Harusnya 15 tapi 1 tercecer belum sempat kami dalami, diantaranya berdiri bangunan sebelum penetapan Perda Tata Ruang di Jatiluwih” ujarnya.
Karena itu, Satpol PP Bali menyerahkan penentuan langkah lanjutan kepada Pemerintah Kabupaten Tabanan dan Pemerintah Provinsi Bali berserta Pansus TRAp sebagai pemegang kewenangan. “Ini kami minta keputusan nanti dari pemkab Tabanan. Artinya bangunan itu dibangun sebelum Perda Tata Ruang dan LSD ditetapkan di kawasannya. Nah yang masuk dalam kawasan dari 205 hektare khusus di Jatiluwih, kami minta dulu komitmen kepada para petani,” katanya.
Terkait permintaan agar pol PP line segera dibuka, Rai Dharmadi menegaskan hal tersebut tidak dapat dilakukan tanpa adanya komitmen nyata dari para pengelola usaha. Menurutnya, pembukaan pengamanan harus dibarengi dengan sikap terbuka dan kesediaan untuk menindaklanjuti hasil penertiban.
Ia menilai, selama pemanggilan klarifikasi data sebelumnya masih terdapat pengelola yang belum sepenuhnya jujur dalam menyampaikan kondisi usahanya. “Kami minta dulu komitmen kepada para petani. Untuk bisa membuka poll pp line, tentunya juga dibarengi dengan tindakan nyata oleh para pengelola warung atau restoran,” tegasnya.
Dalam pendalaman tersebut, Satpol PP Bali juga menyoroti karakter usaha yang berkembang di kawasan Jatiluwih. Sejumlah bangunan yang disebut sebagai warung dinilai telah berkembang menjadi restoran dengan pendapatan yang cukup besar, namun informasi tersebut tidak disampaikan secara terbuka. “Kalau dibilang warung cukup besar seperti Sunari, bukan warung namanya itu, resto itu. Pendapatannya pun juga kalau dilihat terus terang kami perkirakan hampir Rp 8-10 juta” beber Rai Dharmadi.
Selain persoalan tata ruang dan alih fungsi lahan, aspek kesucian kawasan juga menjadi pertimbangan penting. Rai Dharmadi menyebut, sejumlah bangunan beririsan dengan kawasan suci dan tempat suci, sehingga secara aturan tidak dimungkinkan keberadaannya. Kondisi tersebut memperkuat alasan pemerintah untuk tetap melakukan penertiban di kawasan WBD Jatiluwih.
Ia menegaskan, pencabutan pol PP line tanpa kejelasan keputusan dan komitmen pembongkaran justru berpotensi menimbulkan persoalan hukum. Satpol PP Bali, kata dia, tidak ingin mengambil langkah yang dapat merusak wibawa pemerintah. “Yang pasti kami ingin itu dibongkar baru kita cabut Pol PP lain,” tegasnya.
Dalam rapat tersebut, Rai Dharmadi juga mengungkap adanya aspirasi dari masyarakat petani agar pengelola usaha di sekitar sawah memberikan nilai tambah atau kompensasi atas pemanfaatan lanskap persawahan sebagai daya tarik utama. Menurutnya, selama ini kepedulian tersebut masih sangat minim, berbeda dengan praktik di kawasan wisata lain seperti Ubud.
“Saya mendapatkan informasi dari beberapa yang sudah kami dalami. Restoran-restoran yang di luar kawasan, seberang jalan. Harapan dari masyarakat petani sebagai obyek mereka berharap juga dapat nilai tambah sebagai pemilik view (sawah), itu kan bagus. Karena memang saya sudah sempat tanya, ke Gong Jatiluwih (salah satu resto yang ditutup) apa sudah diberikan kepada petani (pemilik sawah di depannya) sebagai view. Kalau kita contoh di Ubud, itu dapat kompensasi kok,” jelasnya.
Satpol PP Bali menegaskan seluruh langkah penertiban dilakukan berdasarkan rekomendasi Forum Pengawasan Tata Ruang Pemerintah Kabupaten Tabanan serta berlandaskan peraturan daerah yang berlaku, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Karena itu, pemerintah meminta para pengelola usaha tidak hanya menyampaikan keberatan, tetapi juga menawarkan solusi yang jelas dan bertanggung jawab.
Ke depan, pemerintah membuka ruang penataan ulang kawasan Jatiluwih sepanjang tetap berada dalam koridor pelestarian dan ramah lingkungan. Namun Rai Dharmadi menegaskan, bangunan yang berada di dalam kawasan inti tetap harus ditertibkan sebagai bagian dari upaya menjaga kelestarian Warisan Budaya Dunia. “Tetapi yang pasti menurut kami, harus dibongkar-bongkar yang di dalam kawasan,” pungkasnya. (Z/001)