Wariga : Diplomasi Budaya Melalui Astronomi Kuno Indonesia dan Rusia
Admin - atnews
2025-12-12
Bagikan :
Dewi Uma (ist/Atnews)
Oleh Dewi Uma Hubungan diplomatik antar negara seringkali berfokus pada ekonomi dan politik. Namun, potensi persahabatan sejati dan perdamaian abadi dapat ditemukan dalam ranah budaya dan spiritualitas, terutama melalui pertukaran ilmu pengetahuan kuno.
Indonesia dan Rusia, dua negara dengan warisan peradaban yang kaya, memiliki peluang unik untuk mempererat ikatan melalui jembatan astronomi dan astrologi tradisional mereka: Ilmu Perbintangan Slavia Kuno dan Wariga Nusantara (Bali).
Ini menjadi salah satu mata acara festival Drusba, sebuah festival yang pertama kali dilaksanakan, dalam rangka memperingati hubungan persahabatan 75th Indonesia dan Rusia. Penggagasnya anak-anak muda berkolaborasi dengan Crimson, MPSI, PPIR (yang digawangi Suryo Susilo).
Pelaksanaan Festival Drusba ini diadakan 11-12 Desember 2025, di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta. Dewi Uma, praktisi Wariga dari Bali berkesempatan menjadi salah satu keynote speaker di sesi Ilmu Perbintangan sebagai budaya untuk menjembatani kedua negara.
Pertukaran Ilmu Bintang: Menemukan Benang Merah Peradaban Baik tradisi Slavia Kuno maupun Wariga Nusantara memiliki sistem penanggalan, perhitungan nasib, dan pemahaman kosmos yang sangat mendalam dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu Perbintangan Slavia Kuno (Svarog's Circle): Sistem ini didasarkan pada Kalender Kolyada Dar, yang diyakini mencakup periode waktu yang sangat panjang (disebut Leto). Fokus utamanya adalah siklus alam, dewa-dewi primordial (seperti Svarog), dan keterkaitan manusia dengan energi alam semesta. Penanggalan ini menggunakan konsep Hall (mirip rasi bintang) dan memiliki simbol-simbol yang merefleksikan kosmologi Slavia.
Sedangkan, Wariga Nusantara (Bali): Wariga adalah kompilasi sistem penanggalan Bali, yang merupakan perpaduan antara kalender Saka (lunisolar) dan Pawukon (siklus 210 hari).
Wariga tidak hanya digunakan untuk menentukan hari baik (Dewasa Ayu) untuk upacara atau kegiatan penting, tetapi juga sebagai panduan agraris dan ramalan. Sistem ini menggunakan perhitungan rumit berdasarkan Wuku, Panca Wara, Sapta Wara, Ingkel, dan lain-lain.
Dengan pertukaran ilmu ini, kedua bangsa tidak hanya akan mempelajari sistem kalender, tetapi juga filosofi hidup yang mendasarinya—yakni, pentingnya hidup selaras dengan alam semesta. Ini adalah langkah awal yang kuat menuju persahabatan yang didasarkan pada rasa saling menghormati terhadap kearifan lokal.
Sejarah astronomi kuno Rusia, yang berkembang dalam budaya masyarakat Slavia, terutama bersifat folk astronomi (astronomi rakyat) dan astronomi praktis.
Pengetahuan itu berakar pada pengamatan alam, mitologi, dan kebutuhan hidup sehari-hari seperti bertani dan berlayar.
Berikut adalah gambaran beberapa aspek utama astronomi kuno di wilayah Rusia:
Astronomi Praktis & Kehidupan Sehari-hari Tujuan Utama : Menentukan waktu, navigasi, penanda musim bertani. Benda Langit yang Diamati; Matahari, Bulan, rasi bintang terang (seperti Biduk), Bima Sakti, Venus.
Contoh Praktis: Menggunakan posisi Biduk atau sabuk Orion untuk mengetahui waktu malam; menggunakan Pleiades (Stozhary) untuk menentukan waktu tanam dan panen.
Konsep Kosmologi & Mitologi 1) Struktur Alam Semesta; Bumi dianggap datar dan ditutupi langit seperti tudung. Langit kadang dibayangkan bertingkat. 2) Interpretasi Fenomena: Gerhana, komet, dan meteor dianggap pertanda, sering kali terkait dengan malapetaka, perang, atau kematian penguasa. 3) Hubungan dengan Dunia Lain**: Bima Sakti (disebut "Jalur Burung" atau "Jalan Mamay") dianggap sebagai jalan bagi jiwa menuju surga.
Penamaan Benda Langit Penamaan berdasarkan bentuk, alat, atau hewan yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari: 1) Bima Sakti: "Jalur Burung" atau "Jalan Mamay". 2) Pleiades: "Stozhary" (berkait dengan tumpukan jerami) atau "Volosozary". 3) Ursa Major (Biduk)**: "Kovsh" (gayung), "Medveditsa" (beruang betina), atau "Los" (rusa).
Catatan dalam Kronik Catatan astronomi sistematis mulai muncul setelah Kekristenan masuk dan literasi berkembang. Kronik-kuno Rusia (seperti Povest' Vremennykh Let) sering mencatat peristiwa langit: 1) Komet Halley (1066): Dicatat sebagai "bintang yang mengerikan dengan sinar". 2) Gerhana Matahari (1185): Terkenal karena dicatat dalam Kisah Kampanye Igor dan dikaitkan dengan nasib Pangeran Igor.
Meski penelitian modern oleh ahli seperti Daniil Svyatsky telah mengkaji catatan-catatan kuno ini, pengetahuan sebelum abad ke-11 tetap lebih banyak berupa tradisi lulat yang menyatu dengan kepercayaan rakyat, bukan ilmu yang sistematis seperti di Babilonia atau Yunani Kuno.
Astronomi dan Astrologi sebagai Jembatan Persahabatan Astronomi dan astrologi kuno dapat berfungsi sebagai jembatan persahabatan di beberapa tingkatan: 1) Pengakuan Universalitas Sains Kuno: Studi komparatif antara Wariga dan sistem Slavia akan mengungkapkan bahwa, terlepas dari perbedaan geografis, peradaban kuno sama-sama memiliki pemahaman yang canggih tentang pergerakan benda langit. Kesadaran bahwa nenek moyang kedua bangsa sama-sama terhubung oleh langit yang sama menciptakan rasa persamaan dan kesatuan kemanusiaan.
2) Diplomasi Budaya Non-Politik: Pertukaran ini menawarkan jalur diplomasi yang bebas dari ketegangan politik saat ini. Fokus pada warisan budaya memungkinkan akademisi, spiritualis, dan praktisi kedua negara untuk bertemu di ranah netral.
3) Memperkaya Ilmu Pengetahuan Modern: Dengan membandingkan metode perhitungan Wariga (yang sangat detail) dengan filosofi siklus Slavia, para peneliti dapat menemukan model-model baru untuk analisis iklim, pertanian berkelanjutan, atau bahkan psikologi transpersonal yang lebih holistik.
Area Pengembangan Bersama Untuk memaksimalkan potensi ini, ada beberapa langkah konkret yang dapat dikembangkan bersama oleh Rusia dan Indonesia: 1) Pusat Studi Komparatif Bersama: Mendirikan pusat penelitian yang didedikasikan untuk Warisan Kosmologi Kuno. Pusat ini dapat menjadi tuan rumah bagi peneliti Rusia dan Indonesia (termasuk para Sulinggih atau Balian dari Bali, dan praktisi Slavia) untuk mendokumentasikan, menerjemahkan, dan menganalisis secara digital kedua sistem tersebut.
2) Program Pertukaran Budaya dan Pendidikan: Menginisiasi program residensi seniman, akademisi, dan pelajar yang berfokus pada penerapan ilmu Wariga dan Slavia dalam seni (musik, tari, patung), arsitektur, dan sastra. Contohnya, pameran seni yang menggabungkan simbol-simbol Wariga dengan ornamen Slavia Kuno.
3) Pengembangan Platform Digital: Membuat open-source database yang berisi terjemahan dan algoritma perhitungan kedua sistem penanggalan. Ini tidak hanya melestarikan ilmu tersebut tetapi juga membuatnya dapat diakses oleh komunitas sains global.
Kesimpulan: Dari Bintang ke Persaudaraan Perdamaian antar bangsa bukanlah sekadar ketiadaan perang; ia adalah kehadiran rasa saling memahami dan menghargai. Dengan membuka lembaran kuno Wariga Nusantara dan Ilmu Perbintangan Slavia, Rusia dan Indonesia dapat menemukan sebuah bahasa universal yang ditulis oleh bintang-bintang. Pertukaran ini melampaui kepentingan geopolitik dan ekonomi, berfokus pada identitas spiritual dan kebijaksanaan leluhur.
Dengan mengembangkan inisiatif bersama ini, kedua bangsa dapat menjadi contoh global bagaimana kearifan kuno dapat menjadi katalisator bagi persahabatan modern, membuktikan bahwa langit adalah warisan bersama yang selalu menghubungkan kita, apapun bendera yang kita kibarkan di bumi.(*)