Denpasar (Atnews) - Beberapa waktu terakhir dunia akademi Bali sedang melihat bagaimana proses pergantian pucuk kepemimpinan di Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar sedang berjalan.
“Calon Rektor Profesor kalah oleh calon Rektor Doktor” pada hasil penyisihan 3 besar Calon Rektor UNHI Denpasar.
Nama-nama Calon Rektor UNHI yakni 1) Dr. I Komang Gede Santhyasa, ST., MT., 2) Prof. Dr. Ir. I Wayan Muka, ST., MT., IPU, ASEAN, Eng., 3) Prof. Dr. I Gede Putu Kawiana, SE., MM., 4 ) Dr. Cokorda Gde Bayu Putra, SE., M.Si, 5) Prof. Dr. Ir. Euis Dewi Yuliana, M.Si., 6) Dr. Dewa Nyoman Benni Kusyana, SE., MM., 7) Dr. Drs. I Putu Sarjana, M.Si., 8) Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si., 9) Dr. Ida I Dewa Ayu Yayati Wilyadewi, SE., MM, 10) Prof. Dr. Drs. I Wayan Winaja, M.Si.
Panitia Seleksi Calon Rektor UNHI memutuskan 3 (tiga) nama Calon Rektor yakni 1) Dr. Cokorda Gde Bayu Putra, SE., M.Si., 2) Dr. I Komang Gede Santhyasa, ST., MT. dan 3) Dr. Drs. I Putu Sarjana, M.Si.
 
I Ketut Sae Tanju,S.E.,M.M yg merupakan Mantan Ketua BEM UNHI Dps dan Juga Mantan Ketua Ikatan Alumni UNHI Dps angkat suara terkait hasil tersebut yang dinilai sangat menarik. 
Beberapa faktor yang dijelaskan oleh Sae Tanju mengapa calon yang secara formal memiliki “jabatan Profesor” bisa kalah dibanding calon yang “hanya” menempuh jenjang doktor/jurusannya lebih muda atau berbeda adalah Persyaratan Formal vs Kinerja Manajerial Banyak perguruan tinggi mensyaratkan calon rektor minimal bergelar doktor (S3) dan memiliki jabatan akademik minimal tertentu (misalnya Lektor Kepala atau Profesor). 
Sebagai contoh, di Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, persyaratannya mencakup dosen PNS, jabatan fungsional akademik profesor/guru besar, serta pendidikan doktor. 
Ketika tahap pemilihan berlangsung, faktor seperti visi/misi, kompetensi manajerial, kemampuan populer, jaringan, dan dukungan stakeholder bisa menjadi pembeda. Jadi: calon yang “hanya doktor” namun unggul aspek manajerial dan jaringan bisa mengungguli calon yang “Profesor”.
Sae Tanju yang juga merupakan Ketua FA Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia ( KMHDI ) Bali menerangkan, Bisa juga saat ini UNHI Denpasar mengarahkan Preferensi Stakeholder terhadap “Figur Baru” atau “Reformis” Dalam pemilihan rektor suatu kampus, unsur Senat Universitas, Yayasan atau board pengelola, kementerian, alumni, dan fakultas bisa memiliki preferensi terhadap sosok yang dianggap mampu membawa transformasi, inovasi, atau perubahan budaya kampus.
Jika calon “Doktor” dipandang sebagai “agen perubahan”, sementara calon “Profesor” dipandang sebagai perwakilan status quo atau birokrasi lama, maka pemilih bisa lebih memilih yang “Doktor”.
Tidak terlepas dari kemampuan para calon "doktor" namun memiliki Kekuatan Jaringan dan Dukungan Internal. Pemilihan rektor bukan hanya soal kualifikasi akademik,tapi juga soal dukungan dari senat, fakultas, unit-kerja, alumni, bahkan eksternal kampus. 
Faktor seperti hubungan personal, peluang pendanaan, julukan “kawan lama”, atau pemahaman politik kampus bisa menentukan. Calon yang lebih aktif membangun aliansi internal mungkin memiliki keunggulan.
Dalam kesempatan ini Sae Tanju juga menyampaikan bahwa Setiap kampus punya kebutuhan spesifik saat ini — mungkin kampus ingin mempercepat internasionalisasi, meningkatkan kesiapan akreditasi, memperkuat tata kelola, transformasi digital, atau penerapan nilai kearifan lokal. Calon yang paling relevan dengan konteks dan kebutuhan saat itu bisa menjadi pemenang, bukan hanya yang memiliki jabatan “guru besar”, tapi yg siap beradaptasi dengan perubahan kekinian serta mengimbangi kemajuan dunia Digital.
Siapapun nanti yang terpilih menjadi Rektor Universitas Hindu Indonesia Denpasar. "Saya berharap agar UNHI Denpasar benar-benar melangkah ke level yang lebih tinggi dalam penelitian, memiliki lulusan yg berdaya saing tinggi dan publikasi internasional, serta reputasi akademik global," tegasnya. (Gab/001)