Oleh Jro Gde Sudibya
Pada tanggal 20 Oktober 2025 satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo, sebagai masukan evaluasi dapat disimak data dan ulasan berikut.
Pertama, kolom Sinyal Pasar yang ditulis oleh Yopie Hidayat, Kontributor Tempo bertema: Nasib Rupiah di Tahun Pertama Prabowo dan Kian Sulit Menahan Modal Keluar dalam dua edisi majalah Tempo terakhir menarik untuk disimak.
Nilai rupiah melemah pada level Rp.16,680 per dolar, berarti terjadi pelemahan terhadap dolar AS sekitar 15 persen dalam hampir satu tahun. Tetapi jika menyimak indeks pergerakan dolar AS (DX) di pasar global, dolar sedang merosot dalam waktu yang sama 6,1 persen.
Di tengah dolar AS mengalami penurunan di pasar global, rupiah justru melemah terhadap dolar yang memberikan indikasi rapuhnya nilai rupiah terhadap dolar dan terhadap sejumlah mata uang lainnya. Dalam satu tahun terakhir, Rupiah melemah 7,2 persen terhadap Ringgit, 12 persen terhadap Baht, 4,3 persen terhadap Peso.
Kedua, Arus modal keluar capital out flow berlangsung deras, sepanjang bulan September 2025 jumlah dana dari pasar obligasi yang kabur mencapai Rp.44,76 T. Dalam empat hari bursa, hingga 6 Oktober 2025, sudah ada Rp.9 T dana yang kabur dari pasar obligasi. Sejak Oktober 2024 sampai Jum'at, 10 Oktober 2025, secara net, jumlah modal asing yang keluar dari pasar saham telah mencapai Rp.66,59T. Investor telah meninggalkan pasar obligasi dan pasar saham dalam jumlah signifikan.
Ketiga, Nilai Rupiah yang rapuh, capital out flow yang membesar di pasar obligasi dan saham, semestinya pemerintah mengambil ancamg-ancang untuk membuat keadaan tidak semakin memburuk, mengingat pengalaman krisis moneter tahun 1998 yang kemudian berujung ke krisis politik.
Keempar, ironinya, dalam risiko krisis yang membayangi, kebijakan fiscal tidak menjadi prudent (hati-hati). Menyimak pendapat Yopie Hidayat: "Selain ada "pembukuan ganda" dalam anggaran tahun depan, Presiden Prabowo memiliki wewenang ekstra besar. Ada alokasi dana Rp.525 T di pos Bagian Alokasi Bendahara Umum Negara. Presiden dapat memakai Rp.327 T dari alokasi itu sesuka hati tanpa perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Otoritas mutlak atas dana yang sangat besar itu tentu menyimpang dari prinsip tata kelola anggaran yang baik".
"Pembukuan ganda" yang dimaksudkan adalah pembukuan dalam APBN dan pembukuan dalam Danantara dari penerbitan obligasi yang merupakan utang dari Danantara dalam mendanai proyek pembangunan pemerintah, tetapi tidak dilaporkan dalam APBN.
"Pembukuan ganda" yang menggambarkan kurang prudentnya dalam kebijakan fiscal yang punya risiko menurunkan kepercayaan investor terhadap kebijakan fiscal, yang bisa berdampak terhadap nilai Rupiah dan semakin derasnya "capital out flow". PR besar yang dihadapi oleh Pemerintahan Presiden Prabowo di satu tahun pertama usia pemerintahannya.
*) Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi.