Banner Bawah

Meraih Kembali Golden Era, Hubungan Indonesia-India

Admin - atnews

2025-08-14
Bagikan :
Dokumentasi dari - Meraih Kembali Golden Era, Hubungan Indonesia-India
Bendera Indonesia India (ist/Atnews)

Oleh Prof Gede Sutarya
Sejak masa kolonial sampai kini (2025), ekonomi dunia dikuasai blok barat (Eropa dan Amerika) dengan ideologi kapitalismenya dengan berbagai ketidakadilannya. Hal itu terjadi karena kapitalisme telah menjadi inspirasi dari perdagangan yang tidak adil dan eksploitasi alam, yang berdampak besar bagi kemiskinan di negara-negara berkembang. 

Contohnya adalah kerusakan hutan dan lahan-lahan pertambangan di negara berkembang yang hanya memperkaya negara-negara maju, dan meninggalkan kemiskinan pada negara-negara berkembang. Hal ini menandakan kolonialisme dalam berbagai bentuknya masih menjadi gejala umum hubungan industri negara-negara berkembang dengan blok barat.

Teori Ketergantungan (Dependency Theory) yang merupakan teori kritis pasca kolonialisme menjelaskan fenomena ini dengan sangat baik. Teori ini (Agbebi & Virtanen, 2017; Antunes de Oliveira & Kvangraven, 2023) menjelaskan posisi negara-negara berkembang yang dikonstruk untuk selalu tergantung dengan negara-negara kapitalis. 

Kehadiran China di Afrika juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang dijelaskan dari teori ini (Agbebi & Virtanen, 2017). Karena itu, teori ini telah menjelaskan bahwa hubungan negara-negara bekas jajahan dengan negara-negara penjajah (kapitalis) dibangun dengan hubungan ketergantungan, sehingga eksploitasi alam dan sumber daya manusia menjadi pemandangan yang masih terus berlangsung pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Hal ini berbeda dengan ketika hubungan perdagangan Nusantara dengan India terjadi pada awal-awal masehi. Hubungan ini membangun kebesaran Nusantara. Pada awal abad ke-5-8 Masehi, desa-desa pelabuhan Nusantara berkembang menjadi kota-kota perdagangan. Salah satunya adalah Kutai, Kalimantan Timur yang menjadi kota perdagangan pada sekitar abad ke-5 – 8 Masehi. 

Kutai berasal dari Bahasa Tamil Kottai, yang artinya benteng. Hal ini dibuktikan dengan Prasasti Kutai (Muhammad Sarip, 2020). Bukti-bukti ini juga meluas ke Jawa Barat dengan dibangunnya Kota Taruma (Tarumanagara). Hal itu terbukti dari prasasti-prasasti Tarumanagara di Jawa Barat (Latifundia, 2015). Pembangunan kota-kota ini menunjukkan hubungan Nusantara dengan India membangun Nusantara menjadi lebih maju.

Puncak dari kemakmuran Nusantara ini melalui hubungan dengan India adalah pada abad ke-7 – 11 Masehi. Hal itu terbukti dari kemajuan Kerajaan Sriwijaya, yang terkenal dengan pembangunan universitas dan kota-kota dagang yang maju. 

Pada bidang pendidikan, Sriwijaya menjadi pusat pendidikan di Asia Tenggara dan pada perdagangan, Sriwijaya mendominasi perdagangan Asia Tenggara (Putra & Yuliati, 2021; Suswandari et al., 2021; Utama, 2022). Kemajuan Sriwijaya ini, bahkan sampai menyaingi kerajaan-kerajaan India seperti Chola, sehingga Chola menyerang Sriwijaya pada abad ke-11 Masehi (Hall, 2013; Kulke et al., 2009; “Nagapattinam to Suvarnadwipa,” 2019). Hal ini membuktikan kejayaan Nusantara telah menyaingi kekuatan-kekuatan besar dunia.

Bukti-bukti sejarah ini menunjukkan hubungan perdagangan Nusantara dengan India telah membangun peradaban besar Nusantara. Hal ini berbanding terbalik dengan sistem ekonomi dunia sekarang ini yang menenggelamkan peradaban Nusantara, sebab sumber-sumber kekayaan alamnya habis dieksploitasi. 

Eksploitasi kekayaan alam Nusantara (Kalimantan) mulai terjadi pada tahun 1776, dilakukan kongsi perdagangan emas China. Mulai tahun 1990-an, izin pengalihan hutan menjadi kebun sawit mencapai 4 juta hektar dengan terealisasi 1 Juta hektar di Kalimantan (Kompas, 2018). Hal ini berbanding terbalik dengan pembangunan Kutai pada abad ke-5 – 7 Masehi yang merupakan hasil hubungan Nusantara dengan India. Hubungan ini menjadikan Sungai Mahakam sebagai sungai suci dengan memancangkan Lingga pada hulunya.

Fenomena ini memberikan tanda bahwa Nusantara perlu kembali lagi menjalin hubungan yang lebih erat dengan negara-negara Asia, terutama India, sebab hubungan ini adalah hubungan yang sederajat, seperti gagasan Soekarno yang telah merancang solidaritas negara-negara Asia-Afrika pada tahun 1955 (Kusmayadi, 2018). Hubungan sederajat ini juga dilandasi akar budaya yang sama, yaitu budaya yang memuliakan alam dan manusia sehingga terbangun hubungan yang harmoni dengan alam dan manusia, serta dengan Tuhan. Hubungan-hubungan ini akan menemukan kembali kejayaan Nusantara yang berlandaskan budaya bangsanya.

Menemukan kembali hubungan ini perlu digagas melalui hubungan-hubungan kebudayaan, pertemuan-pertemuan dagang dan jaringan-jaringan lainnya yang lebih luas. Hubungan kebudayaan Bali dengan India misalnya merupakan langkah awal dari hubungan ekonomi yang lebih luas. 

Hubungan kebudayaan Bali dengan India telah menguntungkan Bali secara ekonomi, sebab hubungan ini telah memperbesar jumlah kunjungan wisman India ke Bali. Pada tahun 2020, kunjungan wisman India berjumlah 68.199, dan pasca Covid 19 tahun 2022 menjadi 182.091 (BPS Bali, 2025). Kunjungan wisman India selalu menempati peringkat kedua setelah Australia. Hal ini menunjukkan hubungan kebudayaan telah berkembang menjadi hubungan ekonomi yang lebih baik.

Hubungan ekonomi ini juga berpengaruh ke India, sebab orang-orang Bali yang berkunjung ke India juga semakin besar, misalnya untuk melakukan Tirtayatra ke Sungai Ganga. Hal itu terbukti dari semakin banyaknya perusahaan biro perjalanan Tirtayatra ke India di Bali. Perjalanan orang-orang Bali ke India tentu memberikan berbagai keuntungan ekonomi dan budaya bagi India. Hubungan ini dapat diperluas ke Nusantara, sebab India memiliki hubungan sejarah masa lalu yang kuat dengan Nusantara.

Hubungan kuat ini merupakan pemicu dari hubungan Indonesia dengan negara-negara Asia lainnya. Hubungan Indonesia dengan Asia Tenggara dan India misalnya bisa dijalin dengan hubungan kesejarahan melalui peninggalan Candi Prambanan dan Borobudur. Candi Borobudur merupakan candi Buddha termegah dunia yang dimililiki Indonesia.

Candi ini memiliki hubungan spiritual dengan negara-negara Buddha seperti Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam, dan Laos. Candi Prambanan memiliki hubungan spiritual dengan India dengan komunitas-komunitas Hindu di Asia Tenggara. Karena itu, peninggalan ini menjadi pemicu bagi solidaritas Asia Tenggara dan negara-negara Asia lainnya.

Solidaritas ini bisa diharapkan menjadikan Nusantara sebagai mutiara Asia kembali, seperti pada masa lalu ketika pada masa keemasan maritim pada 6 – 12 Masehi. Pada masa itu, kota-kota di India dipenuhi dengan produk-produk Nusantara seperti rempah-rempah dan emas. 

Emas-emas Nusantara telah menjadi bahan untuk pembuatan patung dewa-dewa Hindu di India. Permata-permata India dan Srilanka menjadi mahkota dewa-dewa di Pulau Jawa dan Bali.

Hubungan perdagangan ini membawa kejayaan pada kedua bangsa. Hal ini yang hendaknya terbangun pada masa kini. Hal ini memerlukan dukungan politik untuk kembali membangun solidaritas Asia demi masa depan anak cucu.
 
*) Prof.Dr. I Gede Sutarya, guru besar Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Wagub Cok Ace Apresiasi Prestasi FOKBI Bali

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

POM MIGO KAORI

POM MIGO KAORI

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif