Denpasar (Atnews) - Wacana legalisasi tajen mencuat di tingkat legislatif Provinsi Bali. Wakil Ketua DPRD Bali I Wayan Disel Astawa secara terbuka menyampaikan dukungannya terhadap legalisasi tradisi adu ayam tersebut.
Menurutnya, melihat kondisi sosial dan ekonomi Bali saat ini, legalisasi tajen sebagai bagian dari budaya lokal layak dipertimbangkan secara serius. Ia bahkan membandingkan langkah berani yang pernah diambil oleh Gubernur DKI Jakarta ke-7, Ali Sadikin, pada era 1960-an hingga 1970-an yang kala itu berani melegalkan kasino demi menopang pembangunan Ibu Kota.
“Melihat daripada situasi kondisi yang seperti ini, kita melihat kembali ke zamannya Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, mereka berani membangun kasino, kenapa tidak bisa di Bali? dengan keadaan seperti ini ada lokal genius kita untuk dalam rangka Tabuh Rah (bagian dari upacara yadnya dalam agama Hindu Bali, khususnya dalam konteks Bhuta Yajna atau Mecaru) dan sebagainya,” ujarnya saat ditemui usai rapat paripurna ke-19 DPRD Bali di Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (23/6) pagi.
Lanjut Disel, selama ini praktik tajen berlangsung tanpa payung hukum yang jelas, meski keberadaannya telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Bali. Ia menilai, saatnya tradisi tersebut ditempatkan dalam ruang yang legal dan diawasi, untuk meminimalisir potensi pelanggaran hukum maupun kekerasan yang menyertainya.
“Menurut pandangan saya itu hal wajar, jadi usulan kita bersama. Daripada seperti sekarang tidak dilegalkan tapi dia ada. Tapi kalau kita legalkan, akan mengurangi dampak-dampak kriminalisasi yang terjadi,” ujar politisi dari Partai Gerindra itu.
Saat ditanya apakah melegalkan tajen ini dengan maksud murni sebagai bentuk atraksi budaya tidak menyertakan unsur taruhannya, Disel menegaskan wacana ini masih dalam tahap kajian awal dan belum dibahas secara formal di DPRD Bali. “Kita kan mau izin ke pusat dulu, karena di sana ada KUHP-nya. Apa bener nantinya, kita buka dan kita bedah. Tapi belum, baru kajian aja, nanti kita tunggu dulu ya,” tuturnya.
Ia juga menyebut jika dikelola dengan baik, tradisi tajen bisa memberi kontribusi positif terhadap pembangunan daerah. “Lebih besar lah ya (manfaatnya), untuk pembangunan bagi Bali juga kan. Kayak DKI Jakarta dulu, ada jalan tol. Dengan adanya kasino dibuka, ada perbaikan sana-sini, pembangunan. Kita juga berharap di Bali seperti itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Bali Ida Gede Komang Kresna Budi menyampaikan, pihaknya bersama pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tengah menyusun regulasi yang akan memayungi praktik tajen sebagai bagian dari tradisi budaya Bali.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa aturan itu bukan dalam bentuk Perda khusus tentang tajen. "Bukan Perda Tajen ya, tapi Perda Tradisi dan Budaya. Tajen itu kan masuk jadinya di dalamnya. Tidak spesifik ke tajen, tidak. Tapi masuk di tradisi dan budaya," jelas politisi Partai Golkar itu.
Dalam rancangannya, regulasi ini akan mencakup pengaturan lokasi, waktu, serta perangkat pengawasan yang melibatkan aparat keamanan seperti kepolisian, TNI, pecalang, dan Satpol PP. Hal itu dimaksudkan agar tajen yang selama ini berjalan di ruang abu-abu bisa terkontrol secara hukum dan adat. "Di dalam (Perda) mengatur kegiatan. Ada tempatnya. Ada aparaturnya yang mengatur. Ada polisi, ada tentara, ada pecalang, ada Satpol PP," imbuhnya.
Rencana ini, menurut Kresna Budi, bukan respons sesaat atas insiden berdarah di arena tajen Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Bangli, Sabtu (14/6), yang menewaskan seorang warga bernama Komang Alam. Ia menyebut, pembahasan sudah dilakukan jauh sebelumnya. "Masalah tajen sudah kita beritahukan. Kebetulan saja ada insiden ini menjadikan kita 'Oh ya, semua kan harus diatur. Semuanya kan harus dalam pengawasan'," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa tajen tidak selalu identik dengan hal negatif. Dari sisi adat, budaya, bahkan ekonomi, menurutnya tajen memiliki potensi nilai positif yang dapat diatur dan dimanfaatkan secara resmi untuk kepentingan daerah.
"Dari sisi positif tajen itu ternyata ada. Dari segi ekonomi, adat, budaya. Kami akan bergerak dari sisi positifnya, asas manfaat. Dan ini sudah dilakukan oleh negara kita juga. Seperti cukai rokok," tandasnya. (Z/001)