Buleleng (Atnews) - Kasus perceraian di Daerah Bali Utara, yakni di Kabupaten Buleleng cukup tinggi, dari bulan Januari hingga pertengahan bulan April 2025, perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja sebanyak 274 kasus. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu di tahun 2024, perkara perceraian tahun ini mengalami peningkatan, dimana tahun lalu hanya mencapai 800 kasus.
Saat ditemui Atnews, Senin (21/4) lalu di ruang kerjanya, Juru Bicara (Jubir) Kantor PN Singaraja I Gusti Made Juliartawan,SH, M.H, mengatakan, penggugat mengajukan perceraian paling banyak prosentasenya dikarenakan faktor ekonomi mencapai 50 persen, alasan lain adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), ketidak cocokan serta ada pula disebankan terjadi perselingkuhan. "Memang paling banyak, penggugat minta cerai karena faktor ekonomi, suami tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun kebutuhan rumah tangga," tambahnya.
"Kasus perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Negeri Singaraja ternyata 65 persen penggugat merupakan perempuan (istri sah). Sedangkan 35 persen penggugat cerai adalah laki-laki(sebagai suami)," ungkap Juru Bicara I Gusti Made Juliartawan yang juga Hakim PN Singaraja.
Ketika ditanya bahwa ada kesan penyelesaian, keputusan perkara kasus perceraian lambat oleh PN Singaraja, Jubir I Gusti Made Juli Artawan menjelaskan, tidak benar, jika para pihak nenenuhi unsur-unsur persyaratan dan proaktif, disiplin hadir, maksimal perkara perceraian 5 bulan selesai.
Pihaknya mengakui tahun 2025 ini masih menyisakan perkara perceraian untuk tahun 2024 yang mencapai ratusan perkara. Belum tuntasnya perkara perceraian tahun 2024, dikarenakan perkara itu masuk pada akhir tahun yakni bulan Desember. Belum lagi adanya kendala dari para pihak baik penggugat maupun tergugat. Seperti contoh, tergugat hadir, sedangkan penggugat tidak hadir.
"Jadi cepat tidaknya perkara selesai tergantung para pihak, penggugat maupun tergugat. Jika semuanya terpenuhi sesuai jadwal, kami jamin 1 bulan selesai, diputus," tandas Jubir PN Singaraja.
Menurut Jubir Juli Artawan, PN Singaraja tetap berupaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. "Bahkan kami PN Singaraja bertekad lebih cepat lebih bagus dalam penyelesaian perkara. Tidak ada menunda-nunda dalam penyelesaian perkara tetapi tetap mengacu pada SOP," ujarnya.
Menyinggung adanya kesan di masyarakat tentang biaya perkara perceraian yang dianggap besar, Jubir Juli Artawan membantah. Jika perkaranya langsung diurus sendiri tanpa pengacara, kata Juli Artawan, biayanya tidak lebih dari Rp.300.000,- rincian biayanya adalah untuk PNBP, materai, redaksi,penggandaan berkas. "Kalau memakai pengacara, kami tidak tahu biayanya, masing-masing mungkin tarifnya berbeda,"tandasnya.
Informasi yang sempat Atnews dengar membayar seorang pengacara dalam kasus perkara perceraian, bisa mencapai Rp 5 juta bahkan bisa lebih. Persyaratan pengajuan gugatan perkara perceraian, tidaklah sulit, cukup Akta Perkawinan, KTP, KK, surat Gugatan dari penggugat, saksi serta foto sebagai bukti jika kasus selingkuh.
Sementara data yang diperoleh, menunjukkan bahwa perkara perceraaian, 70 persen umur perkawinan mereka(5 -10 tahun), kelahiran 1975. Ada juga ketidak cocokan dalam rumah tangga dijadikan dasar gugatan perceraian. (WAN)