Oleh I Gede Suwantana
Gandhi mengatakan, "my life is my message" kepada dunia. Cara inilah sesungguhnya mengapa Gandhi selalu mengetuk hati setiap umat manusia meski orang hanya mendengar namanya saja. Setiap gerakan tubuhnya mampu menyihir orang-orang yang ada disekelilingnya.
Detail ritmik tubuhnya seolah menebarkan aroma yang mampu membuat suasana chaos menjadi sejuk dan penuh kedamaian. Gandhi mengajar kita melalui peragaan hidupnya, karena inilah model yang paling mendekati kebenaran baginya.
Contoh akan selalu lebih baik dari kata-kata. Mendidik dengan contoh adalah yang paling ideal. Memberi pelajaran kepada orang lain tanpa si pengajar melakoni objek yang diajarkan tidak akan berarti apa-apa. Ajaran itu hanya sekedar hafalan yang tidak menyentuh nurani manusia dan bahkan mungkin ajaran itu menyesatkan. Bagi Gandhi ajaran akan memiliki makna apabila muncul dari apa yang kita ragakan. Ajaran itu akan hidup dan mempengaruhi nurani manusia sehingga mampu merubah karakter buruk yang ada di dalamnya.
Pembentukan karakter mesti harus dimulai dari keteladanan. Bangsa yang memiliki karakter adalah bangsa yang mampu memberikan teladan bagi generasinya. Keteladanan adalah bentuk pendidikan berantai yang hidup.
Ia tidak hanya memberikan informasi tetapi mentranspormasi sisi-sisi keagungan jiwa ke dalam hati generasi berikutnya. Keteladanan ibarat gen yang diwariskan dari pendahulunya. Bila gen pendahulunya unggul, maka dipastikan kelanjutan gen generasi berikutnya juga akan unggul, demikian sebaliknya. Keteladanan akan menghangatkan hati setiap generasi sehingga mampu menyalakan api jiwanya untuk menuntun tapak-tapak hidupnya demi sebuah cita-cita kehidupan yang suci, penuh dedikasi dan pengabdian.
Mahatma Gandhi pernah mengatakan "jika hanya satu kata dapat menyampaikan kebenaran, maka itu sudah cukup dan lebih berarti dibandingkan banyak kata tapi kosong." Yang dipentingkan bukan banyaknya kata, tetapi kebenaran yang terkandung di dalam kata itu.
Banyak kata namun kosong tidak berarti apa-apa, hanya keributan, satu kata tapi menyatakan esensi, maka itulah yang utama. Jika kata-kata selalu menyatakan esensi maka ia akan menjadi mantra. Jika kata kita menjadi mantra, maka ia akan memiliki kekuatan ilahi yang tiada terkira. Jika kata kita memiliki kekuatan, maka ia akan dapat mengetuk nurani siapa saja yang mendengarkannya.
Apa yang dinyatakan Mahatma Gandhi ini adalah hukum alam. Dengan demikian, setiap gesture tubuhnya sangat indah dan mempesona banyak orang. Kemanapun jemari telunjuknya diarahkan, ribuan orang menurutinya. Apapun yang disampaikannya selalu menggugah perasaan pendengarnya.
Mahatma Gandhi bukanlah siapa-siapa namun, seorang manusia yang hidupnya terus-menerus didedikasikan pada kebenaran hukum semesta.
Semakin selaras hidup kita dengan alam, maka semakin kita memiliki kekuatan untuk mengatasi alam. Bagi Mahatma Gandhi, mengatasi alam beserta seluruh yang ada di dalamnya bukan dengan melakukan penguasaan atau kekerasan terhadapnya, namun justru selaras dengannya.
Inilah dasar Mahatma Gandhi melakukan gerakan tanpa kekerasan (Ahimsa) dalam perjuangan kemerdekaan India. Baginya, perjuangan dengan tanpa kekerasan akan selalu lebih baik dibandingkan dengan kekerasan.
Kekerasan akan dibalas dengan kekerasan, sedangkan tanpa kekerasan akan melahirkan kesadaran moral. Kekerasan berseberangan dengan hukum alam, sedangkan tanpa kekerasan selaras dengan hukum alam.
Maka dari itu kekerasan selalu menimbulkan kehancuran, sedangkan tanpa kekerasan melahirkan kemuliaan dan kesadaran ilahi. Dalam kekerasan selalu terjadi penumpukan ego sedangkan tanpa kekerasan akan meniadakan ego.
Gerakan tanpa kekerasan atau Ahimsa selalu selaras dengan dalil-dalil kitab suci, dan tentunya hukum alam itu sendiri. Oleh karena itu ia akan selalu menang, "Satyam Eva Jayate". Kekuatan hukum alam tidak dapat dikalahkan oleh siapapun.
Ego kita tidak mampu mengalahkannya. Perjuangan nurani akan selalu menang. Moralitas akan mengalahkan imoralitas. Kebenaran selalu mengalahkan ketidakbenaran. Ini telah menjadi dalil hukum alam yang tidak dapat ditolak keberadaannya.
Mahatma Gandhi menjadi identik dengan Ahimsa karena dialah yang memperagakan, menjadi teladan bagi masyarakat. Dia menjadikan dirinya sebagai api Ahimsa itu sendiri, sehingga ia mampu menyalakan lampu-lampu individu-individu lainnya.
Kemenangan Mahatma Gandhi adalah ketika seluruh lampu individu-individu tersulut dan mampu menerangi jalannya masing-masing. Gandhi kemudian membentuk barisan cahaya-cahaya ini dalam bentuk Satyagraha.
Pasukan ini berfungsi untuk menyulut lebih banyak lampu lainnya yang masih diselubungi kegelapan. Terbukti pasukan ini berhasil menerangi nurani penjajah Inggris dari gelapnya penindasan sehingga terketuk hatinya untuk mengembalikan wilayah yang menjadi hak Bangsa India.
Jejak langkah Mahatma Gandhi telah membersihkan tanah India dari kekotoran penjajahan, serta membangkitkan masyarakatnya dari reruntuhan dan kegelapan. Jurang-jurang pemisah dan pemecah masyarakat berhasil direkatkan dan disatukan kembali atas nama kesederajatan.
Pemecah masyarakat seperti sistem kasta, kefanatikan terhadap sampradaya (garis perguruan) tertentu, subordinasi kaum perempuan, pernikahan usia dini, dan penolakan atau menajiskan kaum tertentu, secara perlahan tetapi pasti, Gandhi berhasil menghalaunya serta menyambung kembali keretakan-keretakan itu menjadi sebuah kekuatan Bangsa yang berkarakter.
Dari stand-point kemanusiaan dan persamaan derajat, jurang-jurang itu semakin hari semakin berkurang pengaruhnya di dalam masyarakat.
Kaum untouchable (Dalit) dimana Gandhi menyebut mereka sebagai Harijan (anak Tuhan) mulai diperbolehkan masuk kuil untuk sembahyang. Pengidentifikasian kaum Dalit sebagai orang yang tak boleh disentuh oleh golongan/ kasta tertentu mulai ditinggalkan.
Kaum perempuan mulai mendapat tempat di berbagai lini kehidupan. Perempuan mulai diperbolehkan mengenyam pendidikan sama seperti laki-laki, demikian juga di dalam memilih pekerjaan, perempuan tidak hanya bertugas mengurus rumah tangga. Perempuan juga mulai mendapat hak untuk mengerjakan apa saja sesuai bidangnya.
Dalam urusan perkawinan, Gandhi merasakan betapa menyedihkannya perkawinan usia dini seperti yang pernah beliau alami sendiri. Baginya pernikahan bukanlah hanya sekedar relasi seks laki perempuan, melainkan hubungan dua jiwa yang memerlukan kesiapan mental.
Perkawinan usia dini sering menimbulkan perselisihan yang pada akhirnya menghancurkan rumah tangga. Hal ini terjadi karena mental mereka belum siap menanggung beban rumah tangga yang demikian berat dan kompleks.
Tingginya kematian ibu dan bayi saat melahirkan menjadi momok kemanusiaan terberat dari implikasi pernikahan usia dini ini. Di dalam perjalanan sejarahnya India akhirnya memiliki undang-undang perkawinan yang melarang pernikahan dini ini.
Demikian juga di bidang beragama, Gandhi berhasil memimpin masyarakatnya untuk bebas mengekspresikan pilihannya. Gandhi mengatakan bahwa agama ada sebanyak manusia ada. Artinya bahwa setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda tentang kepercayaannya terhadap Tuhan meskipun agamanya sama.
Maka dari itu kebebasan memeluk agama tidak boleh diganggu oleh orang lain. Mungkin kita menganut agama karena warisan leluhur kita, tetapi kita harus mengerti bahwa itulah pilihan kita yang terbaik serta melaksanakannya dengan baik tanpa perlu mencampuri urusan agama orang lain. Toleransi beragama sangat ditekankan demi keharmonisan masyarakat.
Agama tidak mesti menjadi penghalang bagi persaudaraan kita. Agama tidak mesti memunculkan sentimen yang berlebihan di dalam masyarakat. Justru kalau kita pahami dengan benar, perbedaan yang ada itulah yang benar dan indah. Setiap orang memiliki rasa kehadapan Tuhannya berbeda-beda, sehingga ekspresinya pun berbeda-beda. Maka dari itu, apapun agama yang ada, sekte, dan bentuk pemujaan lainnya yang ada tidak mesti menghilangkan rasa kemanusiaan kita. Perbedaan itu hanya pada ekspresinya bukan pada esensinya.
*) I Gede Suwantana, Direktur Bali Vedanta Institute