Oleh Jro Gde Sudibya
Dengan terbitnya buku Polemik Hare Krishna dan Paradoks Kerukunan di Bali yang diterbitkan oleh Raudatul Ulum, dapat diberikan catatan kritis di bawah ini:
1. Dalam era politik identitas dewasa ini, terdapat kecendrungan kuat untuk lebih menonjolkan isu tersebut, sudah tentu dengan tendensi dan itensi tertentu.
2. Ulasan ini, sekaligus memberikan penggambaran terhadap kegagalan masyarakat Bali yang beragama Hindu dalam menyelesaikan konflik internalnya.
3. Sudah tentu realitas ini, kegagalan membangun dialog, mengelola perbedaan dan mencari solusi atas konflik, memberikan indikasi dari kualitas kompetensi kepemimpinan umat dan kedewasaan umat dalam mengelola perbedaan.
4. Persepsi publik bahwa Bali yang damai, toleran dan menghargai tinggi perbedaan, bahkan brand sebagai "The last of Paradise" ternodai, dan atau itulah realitas senyatanya.
5. Perbedaan persepsi keyakinan yang begitu sederhana, yang bisa diselesaikan secara mudah melalui dialog teologi yang disampaikan dengan rendah hati, membersitkan pertanyaan, jangan-jangan ada unsur non keimanan yang melakukan intervensi, misalnya trik permainan kekuasaan untuk meraup "untung" elektoral.
Jika demikian, persoalannya menjadi benang kusut yang semakin sulit diuarai, di menjelang tahun politik menyongsong Pilpres dan pemilu legislatif 14 Februari 2022, sekitar 2 tahun dan 1 bulan.
*) Jro Gde Sudibya, penulis beberapa buku tentang agama Hindu dan Kebudayaan Bali.